Summary : Ini adalah project cerita berantai di The Westlife Author yang dikerjakan oleh berbagai macam author yang ada disana. Enjoy :)
Friendship and Alliance - Part 4
“Mungkinkah anak
itu punya kemampuan semacam Ventriloquism?”
Kian menoleh
kearah kearah sumber suara. Suara itu berasal dari Nicky.
“Ha?”
“Yeah, seorang
ventriloquist bisa berbicara tanpa menggerakkan bibirnya.” Kata Nicky lagi.
“Ada orang yang mempunyai kemampuan ini. biasanya seperti komedian yang
memiliki partner sebuah boneka dan mengisi suara boneka itu tanpa terlihat
berbicara…”
“Nicky, ayolah.”
Bryan menghela nafas.“Aku menghargai usahamu untuk berpikir realistis. Tapi apa
kau lupa apa yang terjadi kemarin? Begitu banyak kekuatan gaib yang dimiliki
anak itu. Sampai sekarang apa kau pernah melihat manusia berambut hijau? Ventilasi
atau apalah namanya itu tetap tidak bisa mengubah anggapan bahwa anak itu
“spesial”…”
“Ventriloquism…”
Nicky mengoreksi.
“Ya terserah…”
tanggap Bryan.
“Ya, aku mengakui
aku memang berusaha lari dari kenyataan aneh yang baru-baru ini terjadi padaku.
Oh…padahal sebelum ikut ayahku kesini, hal paling aneh yang pernah kulihat
adalah salah satu kuda yang ditunggangi ayahku ternyata suka makan daging.”
Nicky menghela nafas. “Dan semalam aku melihat makhluk aneh yang punya kekuatan
gaib.”
“Bukan makhluk
aneh.” Kian menyela. “Dia dikutuk.”
“Oh iya.” Nicky
berkata datar.
Hening beberapa
saat.
“Aku rasa kita
memang harus memenuhi permintaan anak itu.” Mark menatap Kian.
Kian menarik
nafas dalam-dalam. Sebuah permintaan. Sebuah permintaan paling gila yang pernah
diminta seseorang padanya. Pikirannya melayang pada kejadian yang terjadi
kemarin malam, di penjara bawah tanah itu.
*
“Gawat! Ada yang
datang!”
Seruan Kian
sontak membuat Bryan, Mark dan Nicky kaget. Samar-samar mereka melihat sinar
obor yang semakin lama semakin terlihat dekat. Bolamata biru Kian menjelajah ke
sekitar penjara bawah tanah. Ia mencari tempat yang memungkinkan untuk dirinya,
Bryan, Mark dan Nicky bersembunyi. Nihil. Disini hanya ada tembok yang tinggi.
“Ayo buat
kesepakatan.” Ucap Shane tiba-tiba.
Kian menoleh
kearahnya. Menatapnya dengan wajah panik.
“Aku jamin kalian
tidak akan ketahuan, tapi berjanjilah kalian akan menolongku memusnahkan
kutukan yang ada pada diriku sekarang.” Shane menatap lurus kearah empat orang
didepannya. “Hanya kalian yang bisa menolongku.”
Dengan cepat Kian
menganggukkan kepalanya. Ia tidak bisa berpikir lama. Cahaya obor semakin
mendekat. Shane menunjukkan senyum yang selama ini tidak pernah ia tunjukkan.
Oke, rambutnya memang hijau, dan ia memang aneh. Tapi tidak ada yang bisa
memungkiri senyum itu bahkan bisa menerangi penjara bawah tanah yang gelap.
Shane menatap
Mark, kemudian menatap penjaga yang sudah bisa terlihat oleh mereka berlima
dari kejauhan. Shane menatap penjaga itu beberapa lama, dan tiba-tiba penjaga
itu terjatuh dan tergeletak tanpa bisa bergerak lagi.
“Hey, apa yang
kau lakukan padanya?!”ujar Nicky.
“Tenang saja. Ia
hanya tertidur. Aku hanya memindahkan rasa kantuk Mark pada penjaga itu.” Kata
Shane. “Aku tidak menyangka dia akan langsung jatuh. Kau pasti mati-matian
menahan kantuk.”
Mark tidak bisa
berkata-kata. Ia sama sekali tidak mengantuk lagi sekarang.
“Bagus, aku minta
kau bisa rutin memindahkan rasa kantuk Mark pada siapapun.” Celetuk Bryan.
“Siapapun akan depresi ketika mencoba membangunkannya.”
“Diam deh.” Mark
menghela nafas dengan kesal.
“Lalu…bagaimana
dengan kesepakatan yang tadi?” Kian angkat bicara. “Kau tahu…kami bukan orang
dewasa. Dan yang paling penting, kami sama sekali tidak mengenal sihir. Aku
bersedia membantumu. Tapi caranya saja aku tidak tahu.”
“Tapi aku tidak
bisa berbicara pada siapapun kecuali kalian berempat. Hanya kalian berempat.
Aku sudah mencoba bicara pada penjaga penjara ini, meminta tolong, berkata
bahwa aku tidak berbahaya. Tapi percuma. Mereka tidak bisa mendengarku.” Kata
Shane.
“Perpustakaan?”
tiba-tiba Nicky berkata. “Bukannya tidak mungkin kalau perpustakaan di istana
ini menyimpan buku tentang sihir.”
Beberapa
saat kemudian ia kemudian memasang wajah 'Aku gila sudah mengatakan itu.'
“Mungkin saja.
Sihir bukan hal yang mustahil. Bahkan sebelum bertemu dengan Shane aku sudah
percaya dengan adanya sihir didunia ini.” Bryan langsung menanggapi. “Itu
satu-satunya cara yang bisa kita lakukan sekarang. Well done, Nicky.”
“Entah kenapa aku
langsung terpikir perpustakaan. Mungkin karena anak perempuan yang kusukai suka
membaca dan menulis.” Kata Nicky. “Oh, jangan katakan itu pada pamanku.”
Kian terdiam. Ia
sibuk berbicara dibenaknya. Perpustakaan memang cocok untuk menjadi titik
dimana mereka mulai mencari tahu. Ia hampir tidak pernah pergi ke perpustakaan
kalau tidak berhubungan dengan pelajaran yang ia terima. Karena ia lebih
memilih bermain musik ketimbang membaca.
“Lalu apa kau mau
menceritakan apa yang terjadi padamu?” Tanya Mark.
Shane menggeleng.
“Tidak untuk sekarang.
Mungkin lain kali saat kita bisa bertemu lagi. penjaga itu tidak akan tertidur
lama. Dan penjaga yang lain akan segera datang.” Katanya.
Kian, Mark, Bryan dan
Nicky berpandangan. Mereka memang mungkin akan menyanggupi permintaan si anak
berambut hijau itu. Tapi ada satu pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah
bisa terjawab.
Mengapa harus mereka
berempat?
*
“Ia belum tentu berkata
jujur.” Kata Kian seraya menggiring kuda putih yang akan ditungganginya.
Nicky yang baru selesai
membantu pamannya memberi makan kuda menatap Kian dengan alis berkerut.
“Lalu kenapa kau
menyanggupi permintaannya?” tanyanya.
“Aku panik. Bisa gawat
kalau kita ketahuan menyusup kesana tadi malam.” Kian menggigit bibir.
Bryan menepuk pundak
Kian.
“Aku punya
firasat anak itu jujur.” Cengirnya.
“Aku juga. Aku
menyesal lupa menanyakannya tentang kemahirannya menunggangi kuda.” Kata Nicky.
“Aku memang tidak gila berkuda seperti pamanku. Tapi aku suka semua cabang
olahraga.”
“Lebih baik kita
bicarakan ini nanti.” Mark perlahan menaiki kuda berwarna hitam didepannya.
“Pamanmu daritadi melihat kesini dengan pandangan kesal.”
“Hey,
kalian…cepat sedikit. Kita dikejar waktu.” Duke Loise melirik jam besar didepan
istana. “Pangeran Kianleaghly, bukankah setelah ini kau ada kelas musik?”
Kian langsung
menaiki kuda putihnya. Ia sama sekali tidak mau terlambat bermusik. Tapi ia
buru-buru menarik tali kekang ketika melihat Mariellendly berlari kearah
mereka. Wajahnya terlihat tegang. Kian langsung turun lagi dari kudanya.
“Mariellendly,
apa yang kau lakukan disini? kau ada kelas dansa kan?” tanyanya bingung. “Kau
bisa dimarahi kalau ketahuan ada disini.”
“Kakak, aku
dengar dari bibi pengasuh…” Kata Mariellendly. “Dia bilang, penjaga penjara
bawah tanah kemarin diserang penyusup.”
Darah Kian terasa
tidak mengalir.
“Penyusup? Tidak
mungkin sayang.” Ucapnya pucat.
“Kak, kemarin
malam kakak pergi kemana?” Tanya Mariellendly. Wajah Kian makin memucat.
“Apa maksudmu?”
“Aku sempat masuk
ke kamar kakak. Tapi kakak tidak ada. Akhirnya aku kembali ke kamarku.”
Mariellendly menatap Kian dengan wajah polos. “Apa kakak menangkap penyusup?”
Kian menggeleng.
“Tidak ada
hubungannya dengan penyusup. Tidak mungkin ada penyusup Mariellendly.” Ia
mengelus kepala adiknya. “Kembalilah ke kelas dansa.”
“Tapi aku takut!”
Mariellendly bersikeras. “Penjaga itu…”
“Ada apa sih?”
Nicky menghampiri mereka berdua. “Pamanku menunggumu Ki.”
Mariellendly
menatap Nicky. Wajahnya langsung bersemu merah. Ia menatap wajah rupawan Nicky,
bolamatanya yang kebiruan dan rambut blondenya yang tertiup angin.
“Oh, hai…kau
pasti putri Mariellendly. Aku Nicholas Byrne. Tapi semua orang memanggilku
Nicky.” Nicky tersenyum. “Wah, manisnya adikmu, Ki.”
Mariellendly
menunduk malu. Wajahnya merah padam.
Kian menatap
adiknya heran. Lalu kemudian ia merasa mengerti.
“Iya, adikku
memang manis.” Kian tersenyum jenaka. “Makanya lain kali kau harus menemaninya
memetik bunga ditaman.”
Mariellendly
langsung berbinar.
“Tapi…” Kian
menatap adiknya. “Kau tidak boleh membahas soal penyusup lagi. atau bicara
tentang kamarku yang kosong pada siapapun. Janji?”
Mariellendly
mengangguk beberapa kali.
“Kembalilah
kedalam.” Kian mencubit pipi adiknya pelan.
Begitu
Mariellendly berlari masuk istana, Kian tertawa geli sambil menaiki kudanya
lagi. Nicky mengerutkan dahinya bingung.
“Kenapa sih?”
tanyanya heran.
“Sepertinya aku
memang membutuhkanmu dalam masalah ini, Nick.” Kian menahan tawanya, lalu
menatap Nicky. “Oh ya, sore nanti kita pergi ke perpustakaan…”
Ia tersenyum.
“Kita berempat.”
Tegasnya.
TBC Part 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
feed my blog nyoo !!