1 Jul 2015

#FF2in1 - Mikroba

Mikroba

Botol-botol kaca berisi berbagai hewan yang diawetkan adalah teman baiknya, mikroskop dan alat-alat bedah juga adalah teman baiknya. Jangan kalian kira aku tak punya teman berbentuk manusia, well memang aku tak punya. Menurutku manusia lebih rumit daripada gen atau DNA yang harus aku teliti.
Aku masih meneliti mikroba yang dibawakan seniorku beberapa minggu lalu, katanya sih jenis mikroba ini belum pernah ia lihat sebelumnya. Mungkin dengan progress penelitiaan mereka sekarang yang sudah mencapai 50% ini bisa mencatatkan nama mereka di wall of fame kampus yang berisi prestasi menakjubkan di kampus mereka, kalau bukan karena masalah itu.
Aku masih terfokus pada mikroskop di depanku, saat itu pintu lab terbuka dan aku bisa melihat dia yang tentu saja bersama wanita yang berbeda hari ini. “Ren, jangan disini ahh ada orang tuh.” Pria bernama Ren tersebut mengacuhkannya dan mulai melumat habis bibir gadis di depannya yang tentu saja dengan penuh nafsu dan sesekali meliriku penuh makna.
Aku diam tak tahan sebenarnya, aku mendesah kemudian membereskan berkas-berkasku dengan hati kesal dan mata berair. “Hei gadis mars diam disitu.” Ren menghentikan cumbuaanya pada gadis itu, menyelipkan beberapa lembar dan mengusirnya dengan kasar.
“Lu, mau apa?” aku menatapnya sinis, “gue bukan cewek murahan kaya dia!” Ren memegang tanganku, aku hanya menatapnya jijik. Ia berubah.
“Sha, gue masih sayang sama lu sha. Gue lakuin itu semua karena gue gak bisa ngelupaiin lu sha. Please maafin gue, gue gak bakal nyakitin lu lagi, gak bakal maksaiin kemauan gue lagi. Ayo Sha kita sama-sama ikut lomba itu, ayo kita bawa michi –panggilan itu mikroba temuannya—jadi juara di lomba itu dan wajah kita berdua bisa sama-sama dipajang di wall of fame seperti mimpi kita dulu.” Ren memohon dengan penuh iba.

Aku sudah muak dengannya, aku lepaskan cengkramannya tersebut. “Ren dengan kamu gonta-ganti pacar dan make out depan aku itu malah buat aku yakin 100% kalau kamu itu emang cowok brengsek!” aku membentaknya dan hendak pergi, “aku gak butuh cowo lemah kaya kamu untuk dipajang berdua sama aku di wall of fame. Goodbye Ren.”

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

#FF2in1 - Playboy Heart

Playboy Heart

Saat itu istirahat siang, Dana seperti biasa bersama Gang Serigala –jangan tanya kenapa—sedang duduk-duduk santai di kantin menikmati mie ayam gratis dari fans mereka.
“Dan, itu ajakan si Refa gimana? Dia minta jalan hari Sabtu sama lu tuh!” Dana tak menghiraukan ucapan temannya itu, bahkan ia mengacuhkan mie ayam kantin yang terkanal lezat itu. Matanya kini tengah menatap seorang gadis di depannya.
Saras, gadis pindahan dari kampung itu benar-benar mencuri perhatian playboy kelas kakap SMA Harapan ini. “Pradana Adi Kusuma, si Refa ngelirik kesini mulu tuh. Gimana jawaban lu?” lagi temannya meminta perhatian Dana yang hanya dijawab dengan gelengan kepala dan Dana yang melenggang pergi.
Ia melenggang pergi dan meninggalkan uang 50 ribu di meja kantin, “itu buat bayar mie ayam dan bilang sama Refa gue gak bisa jalan sama dia. Sama dia maupun cewe-cewe lainnya, i’m out.” Ketiga temannya hanya bisa menatap Dana tak percaya, kesambet setan apaan tuh playboy satu.
Dengan langkah pelan Dana, mengikuti Saras yang tadi meninggalkan kantin. Senyum merekah di wajahnya, hatinya yang dulu mati kini kembali hidup berdetak tak karuan. Ia tersipu mendengar detak jantungnya sendiri. Hanya dengan bertemu dengan gadis itu, ia merubah segalanya.
“Hai.” Dana menyapa gadis tersebut kemudian tanpa permisi ia duduk disampingnya, “gak apa-apa kan duduk disini?”
Gadis itu mengangguk dan mengalihkan wajahnya yang sebersit terlihat tersipu malu, “kenalin gue Dana nama lu Saras kan?” ia hanya diam dan membalas dengan senyum simpul.
Kembali detak itu datang dan kembali tak karuan suaranya, Dana harap Saras tak mendengarnya. Kikuk kembali hadir mengisi sela diantara mereka, tak pernah sekalipun seorang Pradana Adi Kusuma mati gaya di depan seorang cewek. Tidak pernah ada dalam sejarah hidupnya.
“Bunga mataharinya bagus ya, dulu di kampung Ayah buatin saya taman kecil di depan rumah. Tapi sekarang udah gak bisa. Rumah kami sekarang gak bisa buat nanam tanaman.” Saras memecah keheningan diantara mereka.
Dana menatapnya dan entah terbesit dari mana ide tersebut ia mengucapkannya, “kalau gitu kita tanam aja disini. Nanti aku yang minta izin sama gurunya, kamu mau kan?”
Wajah Saras berbinar bahagia dan dari taman bunga itulah Dana menemukan pelabuhan playboy terakhirnya. Seorang gadis yang tanpa diduga telah menaklukan Dana dalam diam. She knock out his playboy heart.


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
 

Template by BloggerCandy.com | Header Image by Freepik