Dancing With The Star
Aku
menatap bayangan seseorang yang terpantul dari cermin di depanku. Bayangan itu
terlihat sangat cantik dengan riasan soft
pink sederhana namun terkesan manis menghiasi wajahnya. Juga rambut
coklatnya yang dibiarkan tergerai hanya dihiasi oleh bando putih. Tidak lupa
dengan gaun soft pink selutut dengan bagian
atas membentuk pinggangnya dan dua buah kain berwarna krem bermotif unik
menyilang menutupi bagian dada. Ditambah dengan vest putih transparan sebahu
untuk menutupi bagian punggungnya yang terbuka. Heels putih setinggi 5cm
melengkapi dandanannya malam ini. Aku menatap bayangan cantik tersebut tanganku
mencoba mencubitnya tapi yang terjadi hanyalah suara jerit kesakitan yang
keluar dari mulutku sendiri. Hal itu membuatku tersadar kalau bayangan cantik
tersebut adalah diriku sendiri.
“Flaaa,
sudah belum jangan lama-lama melihat hasil karyaku di depan cermin.” teriak
seseorang dari luar
“Iyaaa sebentar lagi” aku merapikan pakaianku
kemudian menyemprotkan Lancome, Tresor
Woman ke beberapa bagian di tubuhku. Semoga Maa tidak marah aku memakai
parfumnya. Aku pun keluar kamar dan segera turun ke bawah. Dibawah sana sudah
menunggu seorang gadis berambut coklat ikal tergerai dengan gaun ungu yang
membentuk siluet tubuhnya lengkap dengan hiasan berwarna emas yang menghias
gaun tersebut. Dia adalah Keith McGroger, sahabatku dan otak utama dari
penampilanku saat ini. Aku yang terbiasa hanya memakai jeans dan t-shirt tidak
mungkin bisa memadu padakan gaun seperti ini.
“Flarisha Francis Falenas” yaa itu namaku
terkesan sangat Perancis bukan, ini karena memang ayahku berasal dari sana yang
kemudian pindah ke Sligo tempat tinggal dan lahirku saat ini.
“Bisa lebih cepat bercerminnya? Kita sudah
hampir telat ini” Keith berteriak lagi dari bawah, aku meneriakinya dan segera
bergegas menghampirinya.
“Ayo Keith, i’m ready” aku menggandeng tangan Keith dan kemudian segera masuk
ke porsche miliknya.
“Oke siap untuk bertemu dengan
cowok-cowok Summerhill, Fla?” tanya
Keith dengan mata genit. Aku hanya tertawa menanggapi itu. Langsung saja mobil
kami menuju Toff’s nite club tempat Boys In Blue itu mengadakan Graduation Party mereka. Tidak sampai 10
menit kami sudah sampai disana. Jam di mobil menunjukan waktu 19:15. Ternyata
kami hanya telat 15 menit, segera saja kami memarkirkan mobil di parkiran yang
sudah mulai terlihat penuh. Sebelum keluar tidak lupa kami memakai topeng,
karena memang tema pesta malam ini adalah pesta topeng. Aku menggunakan topeng
yang hanya menutupi mataku berwarna putih dengan motif-motif unik berwarna
emas. Sedangkan Keith menggunakan topeng berwarna ungu yang dilengkapi dengan
bulu-bulu berwarna-warni.
“Sebentar, aku telefon Niall dulu ya”
Keith segera memencet tombol-tombol di handphonenya dan kemudian berbicara
dengan Niall, saudaranya yang mengundang kami ke pesta ini. Tak lama setelah
itu seorang pria yang mengenakan funny
mask menutupi seluruh wajahnya lengkap dengan tuxedo putih menghampiri
kami.
“Holla Keith” sang funny mask itu mencoba mencium Keith tapi digagalkan karena
terhalang oleh topengnya sendiri.
“Owhh, shit aku lupa” kemudian dia membuka topengnya. Tampak seorang pria
dengan perawakan menyenakan lengkap dengan mata biru dan rambut blondenya tersenyum kocak ke arah kami.
“Hei
Fla long time no see” dia memelukku erat kemudian berganti dengan Keith “Ayo
masuk” dia menggandeng tangan kami berdua feel
like a boss, huh ??
Begitu kami memasuki Toff’s nite club tampak sudah puluhan remaja yang menggenakan
topeng memadati ruangan tersebut. Kami pun berjalan menuju meja bar dan memesan
3 guinness yang langsung saja ditegak
habis dalam satu tegukan oleh Niall, entah apa maksudnya melakukan itu. Setelah
meneguk habis guinness tersebut Niall
mengedip genit kepada dua cewek yang terkikik melihat tingkah Niall tersebut. ‘Pantas saja’ rutukku dalam hati. Aku
menegak guinnessku perlahan kemudian
melihat-lihat suasana pesta disini. Tampak banyak orang-orang yang
berbincang-bincang dari sepasang kekasih, sesama teman, atau dalam grup yang
lebih besar. Aku kembali menegak minumanku ketika lampu club ini mulai meredup
dan sebuah lampu menyorot seseorang dengan jas biru dan topeng berbentuk mata
elang di atas panggung utama, kurasa dia MC acara ini.
“Good
evening ladies and gentlemen” sapa MC tersebut. “Welcome to Summerhill Graduation Party tonight, hope all of you enjoy
the party. So lets start the party begin” langsung saja sorak sorai
membahana di ruangan ini.
Dilanjuti
oleh sebuah alunan musik pop-rock
menyelimuti ruangan ini. Suasana di lantai dansa pun memanas, puluhan pasangan
tampak turun ke lantai dansa mencoba berdansa mengikuti irama pop-rock yang sedikit up to beat. Mereka seperti melepaskan
semua beban mereka, mereka melupakan tumpukan buku yang ada di rumah mereka
masing-masing. Dimana selama kurang lebih 7 bulan hanya tumpukan buku itu yang
menemani mereka, baru sebulan lalu tepatnya awal bulan Juni mereka melaksanakan
ujian akhir mereka. Aku juga seharusnya melaksanakan graduation party seperti ini, tapi sayangnya aku dan Keith mengikuti
boarding school jadi tak mungkin ada party
seperti ini. Beruntung Niall saudara Keith yang bersekolah di Summerhill ini mengundang kami ke acara
graduation party mereka.
“Ayo Keith kita turun” Niall tampak
menarik tangan Keith menuju lantai dansa.
“Hei, bagaimana denganku ??” aku seperti
bertanya pada kerumunan orang, karena dengan cepat Niall dan Keith sudah lenyap
ditengah kerumunan itu.
‘Sial’ rutukku dalam hati, aku pun
kembali meneguk habis guinnessku dan
memesannya lagi kepada bartender.
“Boleh aku duduk disini??” tanya
seseorang dengan topeng ala Zorro menggenakan vest abu-abu dan kemeja hitam.
Lelaki dengan potongan rambut hitam ala Leonardo di Caprio itu memesan satu
gelas guinness juga. Tidak lama
kemudian guinness kami datang.
“Cheers”
gelas kami beradu dan segera aku meminum guinnessku.
“Kamu sendiri ??” dia memulai
percakapan
“Ahh tidak aku bersama temanku dan
sepupunya” aku menjawabnya sambil masih menikmati guinnessku
“Ahhh siapa ??” tanyanya
“Niall McGroger, kenal ??” mulutnya
yang merah itu membentuk huruf O
“Ohhh Niall, yeah aku kenal dia. Anak yang
menyenangkan itu kan??” dia
tersenyum, langsung saja dua buah lesung pipit tersungging manis di pipinya
yang kemerahan. Dan entah mengapa jantungku seperti mengalami gangguan, dia
berdetak lebih cepat. Kemudian suasana hening, kami menghabiskan guinness kami. Aku mencari-cari dimana
dua orang yang seharusnya bertanggung jawab karena meninggalkanku sendiri
disini. Setelah mencari-cari aku menemukan mereka sedang berdansa berdua di
dekat panggung. Aku hanya bisa mendesah pelan. Aku memalingkan wajahku dan
tepat saat itu kulihat mata biru yang begitu indah tersembunyi dibalik topeng
ala Zorro. Mata biru yang tampak menenagkan dan membuat jantungku mengalami
gangguan lagi, jantungku berdetak lebih cepat dalam tiap detik aku menatap mata
biru itu. Saraf senyumku seperti mengalami gangguan, karena tanpa kusuruh bibir
yang sudah dipoles oleh lipstick berwarna pink dan peach ini merekah membentuk
sebuah senyuman tipis.
Kemudian lelaki pemilik mata biru itu menggulurkan
tangannya “Will you dancing with me??” tanyanya
dengan senyum yang bisa melelehkan jantungku kalau jantungku ini terbuat dari
es bukan daging. Aku menerima uluran tangannya dan berjalan menuju lantai
dansa.
#
# #
Aku masih mengengamnya, mengengam tangan seorang
gadis yang entah siapa namanya ‘aku harus menanyakan siapa namanya tadi’.
Tangannya begitu hangat dan lembut, aku mempererat gengamanku.
Akhirnya
sampai juga kami dilantai dansa, musik yang tadi dimainkan pun berakhir.
Kemudian Georg, temanku yang menjadi MC acara ini naik ke atas panggung dan
mengenalkan Summerhill Collage Orchestra
yang terdiri dari anak-anak tingkat satu dan dua yang diminta secara khusus untuk memeriahkan acara Graduation Party ini. Setelah Georg
turun dari panggung Bach pun mengalun
indah dari orkestra musik adik-adik kelasku itu. Aku beralih pada gadis di
depanku, aku dapat melihat mata hijau yang indah walau terhalang oleh topengnya.
Masih dapat kurasakan tatapannya yang lembut dari sang pemilik mata hijau
tersebut.
Aku melingkarkan tanganku di pingganya, dia tersenyum
lengkap dengan pipinya yang terlihat merona. Aku pun tersenyum membalas
senyumannya yang terlihat bagaikan malaikat, senyuman terindah yang pernah
kulihat. Aku kira tak akan ada yang mengalahkan senyum Mom dan Nannaku,
ternyata gadis yang tak kuketahui namanya ini memiliki senyuman itu. Aku
mempererat dekapanku kemudian mulai melangkahkan kaki mengikuti irama Bach yang mengalun lembut. Bagai
seorang pedansa pro atau seseorang yang sudah lama berlatih bersama, langkah
kami berdua begitu menyatu dalam irama
Bach ini. Padahal aku tidak terlalu bisa berdansa tapi entah mengapa saat
berdansa dengan gadis ini aku seperti seorang pro. Aku membiarkan dia
menyandarkan kepalanya di dadaku, mungkin saat ini dia bisa mendengar debaran
jantungku yang sudah tak karuan.
Bach pun
berganti dengan Mozart, kami masih
berdansa seperti sepasang kekasih. Kekasih
?? seperti itukah orang-orang melihat kami sekarang. Dapat kucium wangi
bunga-bungaan lembut menyerbak darinya, rambut coklat panjangnya yang halus
menyentuh tanganku. Zat pheromone yang menyerbak dari tubuhnya benar-benar
membuaiku. Tak pernah aku merasakan hal ini sebelumnya, aku yang dulu
mengata-ngatai Shane karena jatuh cinta pada Gillian pada pandangan pertama
harus menjilat ludahku sendiri. Dan lagi aku jatuh cinta bahkan pada gadis yang
namanya saja belum kuketahui.
“Markkkkk” aku mendengar namaku tersebut,
tapi kuhiraukan saja.
“Mark,
where are you??” aku mendesah pelan, tapi masih kuhiraukan sampai seseorang
yang berwajah baby face menyentuh pundakku.
“Mark . . .” dia tampak terkejut
melihatku dan gadis ini, senyum nakal pun tersungging di wajahnya “Upsss, sorry
ganggu waktu kalian” dia tampak tertawa. Dengan wajah yang bersemu merah kami
menghentikan dansanya dan melepaskan pegangan tanganku yang melingkar di
pinggangnya. Seperti sepasang kekasih yang tertangkap basah muka kami bersemu
merah, jantungku pun berdetak tak karuan. Kulihat kearahnya bahkan dengan wajah
bersemu pun dia tampak semakin manis saja, dia tersenyum simpul.
Aku melirik ke arah Shane yang masih menahan tawanya,
tersirat wajah puas dari wajah baby facenya. Dia sudah tidak mengenakan
topengnya lagi. Aku menatap tajam ke arahnya walaupun sanksi dia akan melihat
tatapanku ini. Aku kembali beralih ke gadis yang ada di depanku, wajahnya sudah
tidak bersemu lagi kini dia sedang memainkan rambutnya.
“Ummm, maaf ya temanku tadi” aku
meminta maaf padanya. “Sepertinya aku harus pergi sekarang, terimakasih sudah mau berdansa denganku” aku mengecup tangannya dapat terasa bahwa tangannya memanas saat
bibirku menyetuh punggung tanggannya. Dan dapat pula kudengarkan suara tawa
Shane yang tertahan.
Aku menganggkat kepalaku, dapat kulihat sebuah senyum
simpul tersinggung di wajahnya yang masih tertutup topeng. Gadis itu tampak
membungkuk memberi tanda hormat kepadaku saat aku berlalu meninggalkannya.
Aku menatap Shane yang sudah tidak tertutup topeng
dan menjitaknya. “Awwwwww, apaan sih Mark” tanya Shane sambil memegang kepalanya
yang beberapa detik lalu baru saja merasakan pukulan tangannku, tapi senyum
nakalnya tetap tidak lepas dari wajahnya.
“Cieeeeee, siapa tuh Mark ??” tanyanya
jahil “Your girlfriend ??” lanjutnya
masih dengan nada jahil yang sama. Aku hanya bisa manyum digoda Shane seperti
itu. Awas saja kalau dia sampai bilang sama yang lainnya.
“Sudah jangan manyun gitu Kian, Derek,
sama Graham udah nungguin di backstage
tuh, lupa apa kalau kita harus tampil nanti” segera saja setelah Shane
menyelesaikan kalimatnya aku segera ditarik menuju backstage.
# # #
Aku masih terdiam mematung memikirkan apa yang telah
terjadi tadi. Aku seorang Flarisha Falenas yang terbiasa mengenakan Jeans dan
T-Shirt di ajak berdansa oleh seseorang yang bagaikan pangeran. Aku memegang
dadaku, masih terasa sisa-sisa dari gangguan yang terjadi pada jantungku. Masih
berdetak cepat.
Punggungnya masih bisa terlihat diantara puluhan
pasangan yang masih terhanyut oleh lantunan Mozart,
hingga seseorang menepuk pundakku dan membuyarkan lamunanku.
“Flaaaa, tadi siapa ???” tanya seseorang
yang tak lain adalah Keith. Aku harus berterimakasih padanya karena kalau dia
tidak meninggalkanku sendiri aku tak akan berdansa dengan pangeran itu. Aku
tersenyum, mungkin senyum terkonyol yang pernah tersungging dariku. Dan
pertanyaan Keith tadi hanya bisa kujawab dengan kata entah karena memang aku
tak tahu siapa dirinya.
“Niall, tadi siapa kamu kenal??” tanya
Keith sekarang beralih pada sepupunya.
“Ummm, aku rasa diia Mark Feehily . . .”
“What!! Kau berdansa dengan Mark?? Mark
Feehily dari IOYOU, my godness Fla how
lucky you are!!” Keith menepuk-nepuk punggungku sambil tersenyum.
‘Ternyata namanya Mark Feehily ya’
tiba-tiba lampu pun meredup alunan orkestra pun terhenti. Kini MC bertopeng
elang itu menaikki panggung utama.
“Oke untuk special guest kita kali ini mari kita sambut Mark, Shane, Kian,
Derek dan Graham. So please here they are
IOYOU !!!!” lima cowok yang masih
lengkap dengan pakaian pesta mereka pun berjalan menaiki panggung.
“Good
evening Toff’s club how’s everybody feeling tonight, alright ??” satu-satunya
pria blonde yang ada di grup itu
menyapa yang disambut oleh sorakan antusias dari para penoton.
“Oke
introduce us, we are IOYOU” kali ini giliran seseorang berwajah baby face
yang tampaknya tadi memergoki aku dan Mark “I’m
Shane” suara histeria kembali terdengar saat Shane mulai memperkenalkan dirinya.
“I’m
Derek” seru seseorang yang berada paling kiri panggung.
“Holla
I’m Kian” seru satu-satunya blonde
di grup itu dengan suara seperti rocker sambil memamerkan senyumannya yang
terkesan sangat khas.
“I’m
Mark” saat dia memperkenalkan diri aku sedikit menegang, aku memberanikan
diri melihatnya. Mata kami seperti bertemu, langsung saja dia memamerkan senyum
yang sangat kusukai itu. Aku meleleh.
“And
the last,mehhh Graham. So please, from our album Together Girl Forever”
Mark membuka
suara, tanpa terasa bulu romaku berdiri mendengar Mark bernyanyi. Dengan suara
yang sangat merdu dia memulai. ‘Dream are
for believing and someday they will come true. That we would be together,
no one else but you’. Entah aku yang
meresa kepedean apa tidak, tapi sepertinya Mark tadi menatapku.
Kemudian
Shane melanjutkannya, ‘Times that we
spent talking girl, the ways i’d rather be looking into your eyes and
pretending girl. You’re in love with me’. Aku terpukau mendengar suara
baritonenya yang terdegar seperti versi lain dari Michael Buble. He’ll be a great singer someday.
Kemudian
mereka semua menyanyikan reff lagu tersebut ‘We’ll be together girl forever. The way that it should be. Together
forever girl, if only you could see (see). I know now that i need you girl. The
feelings are so true, together girl forever me and you’.
Kembali dengan
Mark ‘I know not where you’re coming from
or realise your point of view. Please say that someday i’ll be on my own with
you’. Shane melanjutkannya ‘I will
care for you and love you girl, no one else will be so good. I’ll be yours and
you’ll be mine so please say that you would’ mereka kembali ke reff.
Tak ayal aku tersontak mendengar suara tinggi Mark
yang biasanya aku dengar dari penyanyi-penyanyi seperti Mariah Carey,
Cellindion dll. ‘ Baby why cant you see
how deep my love is for you. Baby you know it’s me, you know my love is true’. Kali
ini aku tak salah lagi, karena Mark benar-benar menatapku saat menyanyikan
bait-bait lagu tersebut. Jantungku mengalami gangguan lagi, kini lebih parah
aku tidak bisa mengontrolnya. Ini berdetak terlalu cepat, wajahku memerah,
tubuhku memanas. Dan lagi saat mereka menyelesaikan lagu tersebut dapat
kuulihat Mark tersenyum, senyum yang bagaikan malaikat dan lagi mata birunya
tepat menatap ke arahku. Aku benar-benar bisa meleleh kalau aku adalah
sebongkah es batu.
Aku tak
pernah merasa ini pada lelaki manapun, aku juga tidak percaya pada love for the first sight. Tapi kali ini,
malam ini aku mengalaminya. Mengalamai my
first love, my love for the first sight terlebih pada seorang yang
kuramalkan akan menjadi bintang suatu hari nanti, dan aku berdansa dengannya. I’m dancing with the star.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
feed my blog nyoo !!