14 Sep 2012

Dancing With The Star

Prologue This is Me ???
Dancing With The Star

          Aku menatap bayangan seseorang yang terpantul dari cermin di depanku. Bayangan itu terlihat sangat cantik dengan riasan soft pink sederhana namun terkesan manis menghiasi wajahnya. Juga rambut coklatnya yang dibiarkan tergerai hanya dihiasi oleh bando putih. Tidak lupa dengan gaun soft pink selutut dengan bagian atas membentuk pinggangnya dan dua buah kain berwarna krem bermotif unik menyilang menutupi bagian dada. Ditambah dengan vest putih transparan sebahu untuk menutupi bagian punggungnya yang terbuka. Heels putih setinggi 5cm melengkapi dandanannya malam ini. Aku menatap bayangan cantik tersebut tanganku mencoba mencubitnya tapi yang terjadi hanyalah suara jerit kesakitan yang keluar dari mulutku sendiri. Hal itu membuatku tersadar kalau bayangan cantik tersebut adalah diriku sendiri.
       “Flaaa, sudah belum jangan lama-lama melihat hasil karyaku di depan cermin.” teriak seseorang dari luar
       “Iyaaa sebentar lagi” aku merapikan pakaianku kemudian menyemprotkan Lancome, Tresor Woman ke beberapa bagian di tubuhku. Semoga Maa tidak marah aku memakai parfumnya. Aku pun keluar kamar dan segera turun ke bawah. Dibawah sana sudah menunggu seorang gadis berambut coklat ikal tergerai dengan gaun ungu yang membentuk siluet tubuhnya lengkap dengan hiasan berwarna emas yang menghias gaun tersebut. Dia adalah Keith McGroger, sahabatku dan otak utama dari penampilanku saat ini. Aku yang terbiasa hanya memakai jeans dan t-shirt tidak mungkin bisa memadu padakan gaun seperti ini.
      “Flarisha Francis Falenas” yaa itu namaku terkesan sangat Perancis bukan, ini karena memang ayahku berasal dari sana yang kemudian pindah ke Sligo tempat tinggal dan lahirku saat ini.
      “Bisa lebih cepat bercerminnya? Kita sudah hampir telat ini” Keith berteriak lagi dari bawah, aku meneriakinya dan segera bergegas menghampirinya.
       “Ayo Keith, i’m ready” aku menggandeng tangan Keith dan kemudian segera masuk ke porsche miliknya.
       “Oke siap untuk bertemu dengan cowok-cowok Summerhill, Fla?” tanya Keith dengan mata genit. Aku hanya tertawa menanggapi itu. Langsung saja mobil kami menuju Toff’s nite club tempat Boys In Blue itu mengadakan Graduation Party mereka. Tidak sampai 10 menit kami sudah sampai disana. Jam di mobil menunjukan waktu 19:15. Ternyata kami hanya telat 15 menit, segera saja kami memarkirkan mobil di parkiran yang sudah mulai terlihat penuh. Sebelum keluar tidak lupa kami memakai topeng, karena memang tema pesta malam ini adalah pesta topeng. Aku menggunakan topeng yang hanya menutupi mataku berwarna putih dengan motif-motif unik berwarna emas. Sedangkan Keith menggunakan topeng berwarna ungu yang dilengkapi dengan bulu-bulu berwarna-warni.
        “Sebentar, aku telefon Niall dulu ya” Keith segera memencet tombol-tombol di handphonenya dan kemudian berbicara dengan Niall, saudaranya yang mengundang kami ke pesta ini. Tak lama setelah itu seorang pria yang mengenakan funny mask menutupi seluruh wajahnya lengkap dengan tuxedo putih menghampiri kami.
       “Holla Keith” sang funny mask itu mencoba mencium Keith tapi digagalkan karena terhalang oleh topengnya sendiri.
       “Owhh, shit aku lupa” kemudian dia membuka topengnya. Tampak seorang pria dengan perawakan menyenakan lengkap dengan mata biru dan rambut blondenya tersenyum kocak ke arah kami.
       “Hei Fla long time no see” dia memelukku erat kemudian berganti dengan Keith “Ayo masuk” dia menggandeng tangan kami berdua feel like a boss, huh ??
                Begitu kami memasuki Toff’s nite club tampak sudah puluhan remaja yang menggenakan topeng memadati ruangan tersebut. Kami pun berjalan menuju meja bar dan memesan 3 guinness yang langsung saja ditegak habis dalam satu tegukan oleh Niall, entah apa maksudnya melakukan itu. Setelah meneguk habis guinness tersebut Niall mengedip genit kepada dua cewek yang terkikik melihat tingkah Niall tersebut. ‘Pantas saja’ rutukku dalam hati. Aku menegak guinnessku perlahan kemudian melihat-lihat suasana pesta disini. Tampak banyak orang-orang yang berbincang-bincang dari sepasang kekasih, sesama teman, atau dalam grup yang lebih besar. Aku kembali menegak minumanku ketika lampu club ini mulai meredup dan sebuah lampu menyorot seseorang dengan jas biru dan topeng berbentuk mata elang di atas panggung utama, kurasa dia MC acara ini.
       “Good evening ladies and gentlemen” sapa MC tersebut. “Welcome to Summerhill Graduation Party tonight, hope all of you enjoy the party. So lets start the party begin” langsung saja sorak sorai membahana di ruangan ini.
Dilanjuti oleh sebuah alunan musik pop-rock menyelimuti ruangan ini. Suasana di lantai dansa pun memanas, puluhan pasangan tampak turun ke lantai dansa mencoba berdansa mengikuti irama pop-rock yang sedikit up to beat. Mereka seperti melepaskan semua beban mereka, mereka melupakan tumpukan buku yang ada di rumah mereka masing-masing. Dimana selama kurang lebih 7 bulan hanya tumpukan buku itu yang menemani mereka, baru sebulan lalu tepatnya awal bulan Juni mereka melaksanakan ujian akhir mereka. Aku juga seharusnya melaksanakan graduation party seperti ini, tapi sayangnya aku dan Keith mengikuti boarding school jadi tak mungkin ada party seperti ini. Beruntung Niall saudara Keith yang bersekolah di Summerhill ini mengundang kami ke acara graduation party mereka.
       “Ayo Keith kita turun” Niall tampak menarik tangan Keith menuju lantai dansa.
       “Hei, bagaimana denganku ??” aku seperti bertanya pada kerumunan orang, karena dengan cepat Niall dan Keith sudah lenyap ditengah kerumunan itu.
        ‘Sial’ rutukku dalam hati, aku pun kembali meneguk habis guinnessku dan memesannya lagi kepada bartender.
        “Boleh aku duduk disini??” tanya seseorang dengan topeng ala Zorro menggenakan vest abu-abu dan kemeja hitam. Lelaki dengan potongan rambut hitam ala Leonardo di Caprio itu memesan satu gelas guinness juga. Tidak lama kemudian guinness kami datang.
        “Cheers” gelas kami beradu dan segera aku meminum guinnessku.
        “Kamu sendiri ??” dia memulai percakapan
        “Ahh tidak aku bersama temanku dan sepupunya” aku menjawabnya sambil masih menikmati guinnessku
        “Ahhh siapa ??” tanyanya
        “Niall McGroger, kenal ??” mulutnya yang merah itu membentuk huruf O
        “Ohhh Niall, yeah aku kenal dia. Anak yang menyenangkan itu kan??” dia tersenyum, langsung saja dua buah lesung pipit tersungging manis di pipinya yang kemerahan. Dan entah mengapa jantungku seperti mengalami gangguan, dia berdetak lebih cepat. Kemudian suasana hening, kami menghabiskan guinness kami. Aku mencari-cari dimana dua orang yang seharusnya bertanggung jawab karena meninggalkanku sendiri disini. Setelah mencari-cari aku menemukan mereka sedang berdansa berdua di dekat panggung. Aku hanya bisa mendesah pelan. Aku memalingkan wajahku dan tepat saat itu kulihat mata biru yang begitu indah tersembunyi dibalik topeng ala Zorro. Mata biru yang tampak menenagkan dan membuat jantungku mengalami gangguan lagi, jantungku berdetak lebih cepat dalam tiap detik aku menatap mata biru itu. Saraf senyumku seperti mengalami gangguan, karena tanpa kusuruh bibir yang sudah dipoles oleh lipstick berwarna pink dan peach ini merekah membentuk sebuah senyuman tipis.
                Kemudian lelaki pemilik mata biru itu menggulurkan tangannya “Will you dancing with me??” tanyanya dengan senyum yang bisa melelehkan jantungku kalau jantungku ini terbuat dari es bukan daging. Aku menerima uluran tangannya dan berjalan menuju lantai dansa.

# # #

                Aku masih mengengamnya, mengengam tangan seorang gadis yang entah siapa namanya ‘aku harus menanyakan siapa namanya tadi’. Tangannya begitu hangat dan lembut, aku mempererat gengamanku.
Akhirnya sampai juga kami dilantai dansa, musik yang tadi dimainkan pun berakhir. Kemudian Georg, temanku yang menjadi MC acara ini naik ke atas panggung dan mengenalkan Summerhill Collage Orchestra yang terdiri dari anak-anak tingkat satu dan dua yang diminta  secara khusus untuk memeriahkan acara Graduation Party ini. Setelah Georg turun dari panggung Bach pun mengalun indah dari orkestra musik adik-adik kelasku itu. Aku beralih pada gadis di depanku, aku dapat melihat mata hijau yang indah walau terhalang oleh topengnya. Masih dapat kurasakan tatapannya yang lembut dari sang pemilik mata hijau tersebut.
                Aku melingkarkan tanganku di pingganya, dia tersenyum lengkap dengan pipinya yang terlihat merona. Aku pun tersenyum membalas senyumannya yang terlihat bagaikan malaikat, senyuman terindah yang pernah kulihat. Aku kira tak akan ada yang mengalahkan senyum Mom dan Nannaku, ternyata gadis yang tak kuketahui namanya ini memiliki senyuman itu. Aku mempererat dekapanku kemudian mulai melangkahkan kaki mengikuti irama Bach yang mengalun lembut. Bagai seorang pedansa pro atau seseorang yang sudah lama berlatih bersama, langkah kami berdua begitu menyatu dalam irama Bach ini. Padahal aku tidak terlalu bisa berdansa tapi entah mengapa saat berdansa dengan gadis ini aku seperti seorang pro. Aku membiarkan dia menyandarkan kepalanya di dadaku, mungkin saat ini dia bisa mendengar debaran jantungku yang sudah tak karuan.
 Bach pun berganti dengan Mozart, kami masih berdansa seperti sepasang kekasih. Kekasih ?? seperti itukah orang-orang melihat kami sekarang. Dapat kucium wangi bunga-bungaan lembut menyerbak darinya, rambut coklat panjangnya yang halus menyentuh tanganku. Zat pheromone yang menyerbak dari tubuhnya benar-benar membuaiku. Tak pernah aku merasakan hal ini sebelumnya, aku yang dulu mengata-ngatai Shane karena jatuh cinta pada Gillian pada pandangan pertama harus menjilat ludahku sendiri. Dan lagi aku jatuh cinta bahkan pada gadis yang namanya saja belum kuketahui.
      “Markkkkk” aku mendengar namaku tersebut, tapi kuhiraukan saja.
      “Mark, where are you??” aku mendesah pelan, tapi masih kuhiraukan sampai seseorang yang berwajah baby face menyentuh pundakku.
       “Mark . . .” dia tampak terkejut melihatku dan gadis ini, senyum nakal pun tersungging di wajahnya “Upsss, sorry ganggu waktu kalian” dia tampak tertawa. Dengan wajah yang bersemu merah kami menghentikan dansanya dan melepaskan pegangan tanganku yang melingkar di pinggangnya. Seperti sepasang kekasih yang tertangkap basah muka kami bersemu merah, jantungku pun berdetak tak karuan. Kulihat kearahnya bahkan dengan wajah bersemu pun dia tampak semakin manis saja, dia tersenyum simpul.
                Aku melirik ke arah Shane yang masih menahan tawanya, tersirat wajah puas dari wajah baby facenya. Dia sudah tidak mengenakan topengnya lagi. Aku menatap tajam ke arahnya walaupun sanksi dia akan melihat tatapanku ini. Aku kembali beralih ke gadis yang ada di depanku, wajahnya sudah tidak bersemu lagi kini dia sedang memainkan rambutnya.
        “Ummm, maaf ya temanku tadi” aku meminta maaf padanya. “Sepertinya aku harus pergi sekarang, terimakasih sudah mau berdansa dengankuaku mengecup tangannya dapat terasa bahwa tangannya memanas saat bibirku menyetuh punggung tanggannya. Dan dapat pula kudengarkan suara tawa Shane yang tertahan.
                Aku menganggkat kepalaku, dapat kulihat sebuah senyum simpul tersinggung di wajahnya yang masih tertutup topeng. Gadis itu tampak membungkuk memberi tanda hormat kepadaku saat aku berlalu meninggalkannya.
                Aku menatap Shane yang sudah tidak tertutup topeng dan menjitaknya. “Awwwwww, apaan sih Mark” tanya Shane sambil memegang kepalanya yang beberapa detik lalu baru saja merasakan pukulan tangannku, tapi senyum nakalnya tetap tidak lepas dari wajahnya.
        “Cieeeeee, siapa tuh Mark ??” tanyanya jahil “Your girlfriend ??” lanjutnya masih dengan nada jahil yang sama. Aku hanya bisa manyum digoda Shane seperti itu. Awas saja kalau dia sampai bilang sama yang lainnya.
        “Sudah jangan manyun gitu Kian, Derek, sama Graham udah nungguin di backstage tuh, lupa apa kalau kita harus tampil nanti” segera saja setelah Shane menyelesaikan kalimatnya aku segera ditarik menuju backstage.

# # #

                Aku masih terdiam mematung memikirkan apa yang telah terjadi tadi. Aku seorang Flarisha Falenas yang terbiasa mengenakan Jeans dan T-Shirt di ajak berdansa oleh seseorang yang bagaikan pangeran. Aku memegang dadaku, masih terasa sisa-sisa dari gangguan yang terjadi pada jantungku. Masih berdetak cepat.
                Punggungnya masih bisa terlihat diantara puluhan pasangan yang masih terhanyut oleh lantunan Mozart, hingga seseorang menepuk pundakku dan membuyarkan lamunanku.
       “Flaaaa, tadi siapa ???” tanya seseorang yang tak lain adalah Keith. Aku harus berterimakasih padanya karena kalau dia tidak meninggalkanku sendiri aku tak akan berdansa dengan pangeran itu. Aku tersenyum, mungkin senyum terkonyol yang pernah tersungging dariku. Dan pertanyaan Keith tadi hanya bisa kujawab dengan kata entah karena memang aku tak tahu siapa dirinya.
       “Niall, tadi siapa kamu kenal??” tanya Keith sekarang beralih pada sepupunya.
       “Ummm, aku rasa diia Mark Feehily . . .”
       “What!! Kau berdansa dengan Mark?? Mark Feehily dari IOYOU, my godness Fla how lucky you are!!” Keith menepuk-nepuk punggungku sambil tersenyum.
        ‘Ternyata namanya Mark Feehily ya’ tiba-tiba lampu pun meredup alunan orkestra pun terhenti. Kini MC bertopeng elang itu menaikki panggung utama.
        “Oke untuk special guest kita kali ini mari kita sambut Mark, Shane, Kian, Derek dan Graham. So please here they are IOYOU !!!!” lima cowok yang masih  lengkap dengan pakaian pesta mereka pun berjalan menaiki panggung.
         “Good evening Toff’s club how’s everybody feeling tonight, alright ??” satu-satunya pria blonde yang ada di grup itu menyapa yang disambut oleh sorakan antusias dari para penoton.
         “Oke introduce us, we are IOYOU” kali ini giliran seseorang berwajah baby face yang tampaknya tadi memergoki aku dan Mark “I’m Shane” suara histeria kembali terdengar saat Shane mulai memperkenalkan dirinya.
       “I’m Derek” seru seseorang yang berada paling kiri panggung.
       “Holla I’m Kian” seru satu-satunya blonde di grup itu dengan suara seperti rocker sambil memamerkan senyumannya yang terkesan sangat khas.
       “I’m Mark” saat dia memperkenalkan diri aku sedikit menegang, aku memberanikan diri melihatnya. Mata kami seperti bertemu, langsung saja dia memamerkan senyum yang sangat kusukai itu. Aku meleleh.
       “And the last,mehhh Graham. So please, from our album Together Girl Forever”
                Mark membuka suara, tanpa terasa bulu romaku berdiri mendengar Mark bernyanyi. Dengan suara yang sangat merdu dia memulai. ‘Dream are for believing and someday they will come true. That we would be together, no  one else but you’. Entah aku yang meresa kepedean apa tidak, tapi sepertinya Mark tadi menatapku.
Kemudian Shane melanjutkannya, ‘Times that we spent talking girl, the ways i’d rather be looking into your eyes and pretending girl. You’re in love with me’. Aku terpukau mendengar suara baritonenya yang terdegar seperti versi lain dari Michael Buble. He’ll be a great singer someday.
Kemudian mereka semua menyanyikan reff lagu tersebut ‘We’ll be together girl forever. The way that it should be. Together forever girl, if only you could see (see). I know now that i need you girl. The feelings are so true, together girl forever me and you’.
                Kembali dengan Mark ‘I know not where you’re coming from or realise your point of view. Please say that someday i’ll be on my own with you’. Shane melanjutkannya ‘I will care for you and love you girl, no one else will be so good. I’ll be yours and you’ll be mine so please say that you would’ mereka kembali ke reff.
                Tak ayal aku tersontak mendengar suara tinggi Mark yang biasanya aku dengar dari penyanyi-penyanyi seperti Mariah Carey, Cellindion dll. ‘ Baby why cant you see how deep my love is for you. Baby you know it’s me, you know my love is true’. Kali ini aku tak salah lagi, karena Mark benar-benar menatapku saat menyanyikan bait-bait lagu tersebut. Jantungku mengalami gangguan lagi, kini lebih parah aku tidak bisa mengontrolnya. Ini berdetak terlalu cepat, wajahku memerah, tubuhku memanas. Dan lagi saat mereka menyelesaikan lagu tersebut dapat kuulihat Mark tersenyum, senyum yang bagaikan malaikat dan lagi mata birunya tepat menatap ke arahku. Aku benar-benar bisa meleleh kalau aku adalah sebongkah es batu.
Aku tak pernah merasa ini pada lelaki manapun, aku juga tidak percaya pada love for the first sight. Tapi kali ini, malam ini aku mengalaminya. Mengalamai my first love, my love for the first sight terlebih pada seorang yang kuramalkan akan menjadi bintang suatu hari nanti, dan aku berdansa dengannya. I’m dancing with the star.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

feed my blog nyoo !!

 

Template by BloggerCandy.com | Header Image by Freepik